Actindo

Translate

27 August 2021

ASAP CAIR A10MF, SEBAGAI PEMBEKU KARET BAGIAN KE 4

Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari:

1 faktor yaitu dosis/jumlah pemberian asap cair tempurung kelapa dengan 6 taraf perlakuan. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan sehingga menghasilkan 18 kali satuan percobaan. Respon yang diamati berupa mutu karet sit yang dihasilkan dari beberapa perlakuan diatas, yang meliputi kelas pemutuan secara visual berdasarkan SNI 06-0001-1987 Karet Konvensional, nilai plastisitas PRI, pengukuran kadar kotoran/padatan serta kadar abu berdasarkan SNI 06-1903-1990 Standar Karet Spesifikasi Teknik (SIR).

2. Penentuan Cara Pemberian Bahan Koagulan Yang dimaksud dengan pemberian jumlah asam semut 100% adalah ; misalkan untuk membekukan lateks diperlukan asam sebanyak 4 ml/kg karet kering, maka bahan koagulan yang diberikan keseluruhannya berupa asam tanpa pemberian bahan apapun (murni asam). Sedangkan yang dimaksud pemberian campuran asam semut dan asap cair dengan perbandingan jumlah 25% : 75% adalah ; misalkan untuk membekukan lateks diperlukan asam sebanyak 4 ml/kg karet kering, maka bahan koagulan yang diberikan berupa campuran antara 1 ml 23 (25% bagian dari 4 ml/kg karet kering) bahan asam serta 3 ml (75% bagian dari 4 ml/kg karet kering) bahan asap cair tempurung kelapa (kombinasi).

Begitupun perlakuan selanjutnya. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium. Pembekuan lateks menggunakan wadah koagulasi dengan dimensi 68 x 42 x 13 cm. Penggunaan wadah telah disesuaikan dengan lebar dan ketebalan sit standar, hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan peralatan pengolahan selanjutnya, seperti mesin penggilingan sit pada proses produksi. Lateks yang diperoleh dari kebun PTPN VIII Cikumpay ditentukan terlebih dahulu KKK-nya serta kandungan amoniak, hal ini terkait dengan penentuan jumlah bahan koagulan yang akan diberikan nantinya. 

Lateks kemudian disaring untuk memisahkan kotoran kayu serta bagian yang telah mengalami prakoagulasi. Selanjutnya lateks dimasukkan ke dalam wadah koagulan untuk di encerkan sampai batas KKK yang diinginkan (12-14%). Proses selanjutnya adalah pemberian bahan koagulan pada masing-masing wadah sesuai dengan perlakuan diatas. Besarnya suhu pada proses reaksi antara bahan koagulan dan lateks adalah 28-30 oC (suhu ruangan). Koagulum hasil bekuan lateks akan digiling pada keesokan harinya (metode giling pagi) kemudian dimasukkan ke dalam kamar asap serta diuji beberapa respon yang menjadi pengamatan dalam penelitian ini. Secara umum tahapan penelitian I ditunjukkan oleh diagram alir pada
Gambar 3. 3. 
Penelitian Tahap II Percobaan pada penelitian tahap II dilakukan untuk mengetahui pengaruh serta menentukan jumlah dosis penggunaan asap cair tempurung kelapa yang tepat sebagai pengurang bau busuk lump pada gudang penyimpanan dengan 6 taraf perlakuan sebagai berikut :

1. Perlakuan tanpa menggunakan zat tambahan (kontrol)
 2. Pemberian asap cair sebanyak 10 ml/kg karet kering.
3. Pemberian asap cair sebanyak 20 ml/kg karet kering.
4. Pemberian asap cair sebanyak 30 ml/kg karet kering.
5. Pemberian asap cair sebanyak 40 ml/kg karet kering.
6. Pemberian asap cair sebanyak 50 ml/kg karet kering. 24 Sebanyak 1 kg karet kering lump ditempatkan dalam sebuah wadah tertutup.

Semua perlakuan pemberian asap cair tempurung kelapa diencerkan hingga mencapai konsentarsi 10% untuk memudahkan pemberian, kemudian disemprotkan secara merata keseluruh bagian lump dengan menggunakan hand sprayer. Selanjutnya wadah lump ditutup dan dibiarkan selama 7 hari pada suhu kamar sebesar 28-30 oC untuk mengamati perubahan yang terjadi. Respon yang diamati berupa bau tak sedap (busuk) karet yang dirasakan oleh para pekerja pada pabrik pegolahan karet tersebut.
Pengujian terhadap penerimaan atau kesukaan para pekerja pabrik terhadap penambahan asap cair tempurung kelapa untuk menghilangkan bau dilakukan dengan uji hedonik. Pelaksanaan uji hedonik ini adalah dengan menyajikan lump yang telah diberi kode sesuai dengan perlakuannya dan panelis diminta untuk memberikan penilaian pada score sheet yang telah disediakan
.
Pengujian dilakukan kepada 20 orang panelis dengan menggunakan 6 skala kesukaan dengan tingkat penerimaan pada Tabel 5.
Tabel 5. Tingkat penerimaan panelis terhadap uji bau busuk lump Tingkat Penerimaan Skor/ nilai Keterangan Bau busuk lump/ amoniak 1 Sangat tidak suka Berbau lump dan sedikit berbau asap 2 Tidak suka Berbau lump dan asap 3 Kurang suka Sedikit berbau lump dan berbau asap 4 Agak suka Berbau asap 5 Suka Tidak berbau lump dan asap 6 Sangat suka Secara umum diagram alir prosedur penelitian tahap II ditunjukkan oleh Gambar 4. 25 Gambar 3. Bagan alir proses penelitian asap cair sebagai bahan pembeku lateks pada pengolahan RSS. Lateks kebun Penyaringan dan pengenceran Pembekuan (T = 28-30 oC) ; pemberian bahan koagulan :
1. Asam semut (100%, kontrol)
 2. Asap cair (100%)
3. Asam semut : asap cair (25 % : 75%)
 4. Asam semut : asap cair (50 % : 50%)
5. Asam semut : asap cair (75 % : 25%)
 6. Asap cair (200%) Penggilingan Penirisan Pengasapan (T = 40-60 oC) Produk RSS Pengamatan : Kelas mutu sit, PRI, kadar abu dan kadar zat menguap. 26 Gambar 4. Bagan alir proses penelitian asap cair sebagai bahan pengurang bau busuk pada bahan olahan karet. Lump Pengambilan contoh Penambahan asap cair sebagai pengurang bau busuk :

1. Asap cair 0 ml/kg kk (kontrol)
2. Asap cair 10 ml/kg kk.
3. Asap cair 20 ml/kg kk.
 4. Asap cair 30 ml/kg kk.
 5. Asap cair 40 ml/kg kk.
6. Asap cair 50 ml/kg kk.

Pengamatan : Uji organoleptik bau Penyimpanan pada suhu kamar (28-30 oC) Penimbangan 7 hari 27 D. Analisis Sifat Fisik Dan Kimia 1. Penentuan Kadar Karet Kering (SNI 06-2047-2002 Bahan Olahan Karet, 2002) Kadar Karet Kering (KKK) adalah kandungan padatan karet per satuan berat (%). KKK lateks atau bekuan sangat penting untuk diketahui karena selain dapat digunakan sebagai pedoman penentuan harga juga merupakan standar dalam pemberian bahan kimia untuk pengolahan RSS, TPC dan lateks pekat.

Kadar karet kering pada lateks tergantung dari beberapa faktor antara lain jenis klon, umur pohon, waktu penyadapan, musim, suhu udara serta letak tinggi dari permukaan laut. Terdapat beberapa metode dalam penentuan KKK, salah satu diantaranya adalah metode laboratorium. Prinsip dalam metode laboratorium adalah pemisahan karet dari lateks yang dilakukan dengan cara pembekuan, pencucian dan pengeringan. Alat yang diperlukan adalah gelas piala 50 ml, mangkuk bersih, penangas air, desikator, timbangan analitik, dan oven.

Sebagai bahan pembeku digunakan asam asetat atau asam semut 2%. Prosedur pengujian dengan metode laboratorium adalah sebagai berikut :
1. Lateks dituangkan ke dalam gelas ukur 50 ml yang sebelumnya telah diketahui beratnya, secara perlahan-lahan, kemudian catat beratnya (berat lateks adalah berat total dikurangi dengan berat gelas ukur/ wadah).
2. Lateks dibekukan dengan asam asetat atau asam format 2% dan dipanaskan di atas penangas air pada suhu 80 oC sampai serumnya menjadi jernih.
3. Koagulump atau bekuan digiling menjadi krep dengan ketebalan 1-2 mm, dan dicuci. 
4. Krep kemudian dikeringkan di dalam oven, setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Rumus perhitungan KKK adalah ditunjukkan pada Persamaan (3). KKK = berat krep kering berat lateks ×100% (3) 28 2.

Penentuan Kadar Kotoran (SNI 06-1903-1990 SIR, 1990) Kadar Kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325 mesh. Adanya kotoran didalam karet yang relatif tinggi dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul dari vulkanisat karet alam antara lain kalor timbul serta ketahanan retak lentur. Kalor timbul adalah panas yang ditimbulkan karena adanya gesekan sedangkan retak lentur adalah retakan-retakan yang terjadi pada karet akibat daya lentur.

Kotoran yang ada dapat disebabkan oleh kebersihan bahan baku dan alat yang digunakan, serta bagian mesin pengolahan. Cara pengukuran dilakukan dengan mengambil bagian dari contoh produk sebanyak 10 gram yang telah digiling tiga kali pada celah rol 0.33 mm, kemudian dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer 500 ml dan dilarutkan dengan terpentin mineral sebanyak 200-300 ml, ditambahkan dengan peptiser (Cureo TS, bahan pelarut karet 2-3 ml, lalu dipanaskan pada suatu ruang dengan menggunakan sinar Infrared 250 Watt selama 2-3 jam pada suhu ± 140 oC (sampai sampel karet terlarut seluruhnya).

Larutan yang telah dipanaskan disaring dengan saringan 325 mesh, lalu hasil saringan dimasukkan ke dalam oven selama satu jam dengan suhu 100 oC, dikeluarkan dan didinginkan pada suhu kamar, lalu ditimbang. Nilai kadar kotoran dapat dihitung dengan Persamaan 4. Kadar kotoran = 100% C A B ´ - (4) Dimana, A = bobot saringan + kotoran B = bobot saringan kosong C = bobot potongan contoh uji 3. Penentuan Kadar Abu (SNI 06-1903-1990 SIR, 1990) Abu di dalam karet mentah terdiri dari oksida karbonat dan fosfat dari kalium, magnesium, kalsium dan beberapa unsur lain. Abu dapat pula mengandung silikat yang berasal dari karet atau benda asing yang keberadaannya tergantung pada pengolahan bahan mentah karet.

Abu dari karet memberikan sedikit gambaran mengenai jumlah bahan mineral di dalam karet. Beberapa bahan 29 mineral dalam karet yang meninggalkan abu dapat mengurangi sifat dinamik dari vulkanisat karet alam. Cara pengujian dilakukan dengan mengambil sampel dari produk sebanyak 5 gram yang telah dihomogenisasi lalu dimasukkan ke dalam krus yang sudah ditimbang sebelumnya. Kemudian krus dipanaskan diatas elektrik bunzen, pada ruang pre ashing, dengan menggunakan crussible tank, selama 10 menit (sampai tidak mengeluarkan asap).

Tahap berikutnya krus diletakkan ke dalam muffle furnance yang diatur pada suhu 550 oC selama 2 jam, kemudian dianginkan untuk menurunkan suhu selama 30 menit, setelah itu krus tersebut ditimbang. Penentuan kadar abu dapat diperoleh dengan Persamaan (5). Kadar abu = 100% C A B ´ - (5) Dimana, A = bobot krus + abu B = bobot krus kosong C = bobot contoh uji 4. Penentuan Plasticity Retention Index (SNI 06-1903-1990 SIR, 1990) Penentuan nilai Plasticity Retention Index (PRI) adalah cara pengujian yang sederhana dan cepat untuk mengukur ketahanan karet mentah terhadap degradasi oleh oksidasi pada suhu tinggi.

Pengujian ini meliputi pengujian plastisitas Wallace dari potongan uji sebelum (Po) dan sesudah pengusangan (Pa) di dalam oven dengan suhu 140 oC. Nilai PRI yang tinggi menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap degradasi oleh oksidasi serta tingkat kekuatan produk. Cara pengujiannya yaitu, contoh yang diambil digiling pada celah rol sebanyak 7 kali ulangan, kemudian hasil gilingan digunting dengan ukuran 4 × 7 cm. Hasil guntingan tersebut kemudian dipres sehingga terbentuk 6 buah lubang lingkaran dengan diameter 1 cm yang akan digunakan sebagai contoh pengujian. Tiga buah sampel dimasukkan ke dalam oven terlebih dahulu selama 30 menit dengan suhu 140 oC, sebagai sampel perhitungan plastisitas setelah pengusangan.

Pada pengukuran plastisitas wallace, letakkan potongan uji diantara 2 lembar kertas sigaret yang berukuran 35 x 40 mm diatas piringan plastimeter. Kemudian tutup piringan plastimeter tersebut. Setelah ketukan pertama, piringan bawah akan 30 bergerak ke atas selama 15 detik dan menekan piringan atas. Tebal potongan uji dengan ketelitian 0.01 mm setelah ketukan kedua berakhir dicatat sebagai nilai pengukuran plastisitas.

 Angka yang dicatat adalah angka yang ditunjukkan oleh jarum mikrometer pada waktu berhenti bergerak. Nilai PRI dapat diketahui dengan perbandingan nilai plastisitas setelah pengusangan dengan nilai plastisitas awal sesuai dengan Persamaan (6). PRI = Pa Po × 100% (6) Dimana, Pa = Nilai tengah dari ketiga pengukuran setelah pengusangan. Po = Nilai tengah dari ketiga pengukuran plastisitas awal 5. Penetapan Kelas Mutu RSS (SNI 06-0001-1987 Karet Konvensional, 1987) Menurut SNI 06-0001-1987 mengenai karet konvensional, secara umum sit diklasifikasikan dalam kelas mutu RSS 1, RSS 2, RSS 3, RSS 4, RSS 5 dan Cutting. Cutting merupakan potongan dari lembaran yang terlihat masih mentah, atau terdapat gelembung udara hanya pada sebagian kecil sehingga dapat digunting.

Beberapa penjelasan dari masing-masing kelas mutu RSS adalah sebagai berikut : RSS 1 Kelas ini harus memenuhi persyaratan yaitu, sit yang dihasilkan harus benar-benar kering, bersih, kuat, tidak ada cacat, tidak berkarat, tidak melepuh serta tidak ada benda-benda pengotor. Jenis RSS 1 tidak boleh ada garis-garis pengaruh dari oksidasi, sit lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benarbenar kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Bila terdapat gelembung-gelembung berukuran kecil (seukuran jarum pentul) masih diperkenankan, asalkan letaknya tersebar merata.

Pembungkusan harus baik agar tidak terkontaminasi jamur. Tetapi, bila sewaktu diterima terdapat jamur pada pembungkusnya, masih dapat diizinkan asalkan tidak masuk ke dalam karetnya. 31 RSS 2 Kelas ini tidak terlalu banyak menuntut kriteria. Standar RSS 2 hasilnya harus kering, bersih, kuat, bagus, tidak cacat, tidak melepuh dan tidak terdapat kotoran. Sit tidak diperkenankan terdapat noda atau garis akibat oksidasi, sit lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar-benar kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Sit kelas ini masih menerima gelembung udara serta noda kulit pohon yang ukurannya agak besar (dua kali ukuran jarum pentul). Zat-zat damar dan jamur pada pembungkus, kulit luar bandela atau pada sit di dalamnya masih dapat ditorerir.

Tetapi bila sudah melebihi 5% dari bandela, maka sit akan ditolak. RSS 3 Standar karet RSS 3 harus kering, kuat, bagus, tidak cacat, tidak melepuh dan tidak terdapat kotoran. Bila terdapat cacat warna, gelembung udara besar (tiga kali ukuran jarum pentul), ataupun noda-noda dari kulit tanaman karet, masih ditorerir. Namun, tidak diterima jika terdapat noda atau garis akibat oksidasi, sit lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar-benar kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Jamur yang terdapat pada pembungkus kulit luar bandela serta menempel pada sit tidak menjadi masalah, asalkan jumlahnya tidak melebihi 10% dari bandela dimana contoh diambil. RSS 4 Standar karet RSS 4 harus kering, kuat, tidak cacat, tidak melepuh serta tidak terdapat pasir atau kotoran luar.

Yang diperkenankan adalah bila terdapat gelembung udara kecil-kecil sebesar 4 kali ukuran jarum pentul, karet agak rekat atau terdapat kotoran kulit pohon asal tidak banyak. Mengizinkan adanya nodanoda asalkan jernih. Sit lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi dan karet terbakar tidak bisa diterima. Bahan damar atau jamur kering pada pembungkus kulit bagian luar bandela serta pada sit, asalkan tidak melebihi 20% dari keseluruhan masih mungkin untuk kelas RSS 4. RSS 5 Karet yang dihasilkan harus kokoh, tidak terdapat kotoran atau benda asing, kecuali yang diperkenankan.

Dibanding dengan kelas RSS yang lain RSS 5 adalah yang terendah standarnya. Bintik-bintik, gelembung kecil, noda kulit pohon yang 32 besar, karet agak rekat, kelebihan asap dan sedikit belum kering masih termasuk dalam batas toleransi. Bahan damar atau jamur kering pada pembungkus kulit bagian luar bandela serta pada sit, asalkan tidak melebihi 30% dari keseluruhan masih mungkin untuk kelas RSS 5. Pengeringan pada suhu tinggi dan bekas terbakar tidak diperkenankan untuk jenis kelas ini. 6. Penetapan Kadar Amoniak (SNI 06-3139-1992 Lateks Pekat Karet Alam, 1992) Lateks akan membeku sendiri secara alami beberapa jam setelah penyadapan.

 Untuk menghindari terjadinya pembekuan alami ini, di dalam lateks ditambahkan amoniak sebagai bahan pemantap dan pengawet. Kadar amoniak ditetapkan dengan cara volumetri. Sebagai pentitar digunakan larutan HCl dan indikator metil merah sebagai petunjuk. Dari volum HCl yang diketahui normalitasnya dan bobot lateks, kadar amoniak dalam lateks dapat dapat dihitung dan dinyatakan dalam % NH3 terhadap lateks beramoniak.

Masukkan sejumlah lateks ke dalam botol timbang kemudian dicatat bobotnya. Tuangkan 3-5 gram lateks ke dalam erlenmeyer yang telah berisi 100 ml akuades. Botol timbang ditimbang kembali, perbedaan bobot adalah bobot contoh. Contoh dititrasi dengan HCl 0.1 setelah di tetesi (2-3 tetes) indikator metil merah. Titrasi selesai jika warna telah berubah dari kuning menjadi merah muda. Persen amoniak dapat dihitung dengan Persamaan (7). % Amoniak = V × N × 1.7 W (7) Dimana, N = normalitas HCl V = volum HCl, ml W = berat lateks, gram 7. Penentuan pH (AOAC, 1995) Penetapan nilai pH dilakukan setelah pH-meter dikalibrasi terlebih dahulu. Sampel ditimbang sebanyak 10 gram, dicampurkan dengan 100 ml akuades. Setelah itu elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan. Elektoda dicelupkan ke dalam filtrat sampai beberapa saat, hingga diperoleh pembacaan yang stabil, kemudian pH sampel dicatat. 33 8.

Penentuan Kadar Asam Tertitrasi (SNI, 1992) Sampel sebanyak 10 gram diencerkan menjadi 100 ml dengan akuades. Larutan sampel sebanyak 10 ml ditambah indikator fenolphthalin (PP) sebanyak 2-3 tetes dan dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sampai titik akhir titrasi, yaitu berubahnya warna sampel menjadi merah keunguan dan stabil (tidak berubah bila dihomogenkan). Total asam tertitrasi dinyatakan sebagai persen asam asetat sesuai dengan Persamaan (8). % Total Asam = V × N × BM BC × 100% (8) Dimana, V = volum titrasi NaOH N = normalitas NaOH BM = berat molekuk asam asetat BC = bobot contoh (gram) 9. Penentuan Kadar Fenol (Hammerschidt, 1978)

Sampel sebanyak 10 ml disentrifuse pada 400 rpm selama 10 menit. Lalu 10 ml sampel ditempatkan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi 1 ml etanol 95% dan 5 ml air asap cair ke dalam tabung reaksi tersebut. Kemudian ditambahkan 0.5 ml reagen folin-ciocalteu ke masing-masing tabung. Diamkan selama 5 menit, lalu di tambahkan 1 ml Na2S2O3 5% ke tiap-tiap sampel, dikocok dalam vortex shaker, lalu disimpan dalam ruangan gelap selama 60 menit.

Selanjutnya, setelah 60 menit sampel kembali dikocok dengan menggunakan vortex shaker dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm. Pembuatan kurva standar 0.2% galat dibuat dengan pelarut air. Masingmasing sampel diambil sebanyak 0, 1, 2, 3, 4, 5 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml kemudian tambahkan akuades dalam labu ukur 10 ml sampai tanda tera. Masing-masing standar dipipet dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml etanol 95%, 5 ml akuades, 0.5 ml reagen folin-ciocalteu dan 1 ml Na2CO3 5%.

Diamkan selama 60 menit lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm. 34 E. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model linier aditif. Pada penelitian tahap pertama (I) dan kedua (II) rancangan percobaannya terdiri dari satu faktor yaitu dosis/jumlah pemberian asap cair tempurung kelapa.

Setiap perlakuan pada penelitian I dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Sedangkan pada penelitian tahap II menggunakan uji tingkat kesukaan. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = μ + αi + εij Dalam Hal ini : Yij = hasil pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai rataan umum αi = pengaruh faktor konsentrasi asap cair pada taraf ke-i εij = galat percobaan perlakuan ke-i ulangan ke-j Apabila hasil anova menunjukkan berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan multiple Range Test (DMRT) pada tingkat kepercayaan 95%. 35 IV.

Lihat selanjutnya 

No comments:

Post a Comment