Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari:
1 faktor yaitu dosis/jumlah pemberian asap cair tempurung kelapa
dengan 6 taraf perlakuan. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan
sehingga menghasilkan 18 kali satuan percobaan. Respon yang diamati berupa mutu
karet sit yang dihasilkan dari beberapa perlakuan diatas, yang meliputi kelas
pemutuan secara visual berdasarkan SNI 06-0001-1987 Karet Konvensional, nilai plastisitas
PRI, pengukuran kadar kotoran/padatan serta kadar abu berdasarkan SNI
06-1903-1990 Standar Karet Spesifikasi Teknik (SIR).
2. Penentuan Cara Pemberian Bahan Koagulan Yang dimaksud dengan
pemberian jumlah asam semut 100% adalah ; misalkan untuk membekukan lateks
diperlukan asam sebanyak 4 ml/kg karet kering, maka bahan koagulan yang
diberikan keseluruhannya berupa asam tanpa pemberian bahan apapun (murni asam).
Sedangkan yang dimaksud pemberian campuran asam semut dan asap cair dengan
perbandingan jumlah 25% : 75% adalah ; misalkan untuk membekukan lateks
diperlukan asam sebanyak 4 ml/kg karet kering, maka bahan koagulan yang
diberikan berupa campuran antara 1 ml 23 (25% bagian dari 4 ml/kg karet kering)
bahan asam serta 3 ml (75% bagian dari 4 ml/kg karet kering) bahan asap cair
tempurung kelapa (kombinasi).
Begitupun perlakuan selanjutnya. Penelitian ini dilakukan dalam
skala laboratorium. Pembekuan lateks menggunakan wadah koagulasi dengan dimensi
68 x 42 x 13 cm. Penggunaan wadah telah disesuaikan dengan lebar dan ketebalan
sit standar, hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan peralatan pengolahan
selanjutnya, seperti mesin penggilingan sit pada proses produksi. Lateks yang
diperoleh dari kebun PTPN VIII Cikumpay ditentukan terlebih dahulu KKK-nya
serta kandungan amoniak, hal ini terkait dengan penentuan jumlah bahan koagulan
yang akan diberikan nantinya.
Lateks kemudian disaring untuk memisahkan kotoran kayu serta
bagian yang telah mengalami prakoagulasi. Selanjutnya lateks dimasukkan ke
dalam wadah koagulan untuk di encerkan sampai batas KKK yang diinginkan
(12-14%). Proses selanjutnya adalah pemberian bahan koagulan pada masing-masing
wadah sesuai dengan perlakuan diatas. Besarnya suhu pada proses reaksi antara
bahan koagulan dan lateks adalah 28-30 oC (suhu ruangan). Koagulum hasil bekuan
lateks akan digiling pada keesokan harinya (metode giling pagi) kemudian
dimasukkan ke dalam kamar asap serta diuji beberapa respon yang menjadi
pengamatan dalam penelitian ini. Secara umum tahapan penelitian I ditunjukkan
oleh diagram alir pada
Gambar 3. 3.
Penelitian Tahap II Percobaan pada penelitian tahap II dilakukan
untuk mengetahui pengaruh serta menentukan jumlah dosis penggunaan asap cair
tempurung kelapa yang tepat sebagai pengurang bau busuk lump pada gudang
penyimpanan dengan 6 taraf perlakuan sebagai berikut :
1. Perlakuan tanpa menggunakan zat tambahan (kontrol)
2. Pemberian asap cair sebanyak 10 ml/kg karet kering.
3. Pemberian asap cair sebanyak 20 ml/kg karet kering.
4. Pemberian asap cair sebanyak 30 ml/kg karet kering.
5. Pemberian asap cair sebanyak 40 ml/kg karet kering.
6. Pemberian asap cair sebanyak 50 ml/kg karet kering. 24 Sebanyak
1 kg karet kering lump ditempatkan dalam sebuah wadah tertutup.
Semua perlakuan pemberian asap cair tempurung kelapa diencerkan
hingga mencapai konsentarsi 10% untuk memudahkan pemberian, kemudian
disemprotkan secara merata keseluruh bagian lump dengan menggunakan hand
sprayer. Selanjutnya wadah lump ditutup dan dibiarkan selama 7 hari pada suhu
kamar sebesar 28-30 oC untuk mengamati perubahan yang terjadi. Respon yang
diamati berupa bau tak sedap (busuk) karet yang dirasakan oleh para pekerja
pada pabrik pegolahan karet tersebut.
Pengujian terhadap penerimaan atau kesukaan para pekerja pabrik
terhadap penambahan asap cair tempurung kelapa untuk menghilangkan bau
dilakukan dengan uji hedonik. Pelaksanaan uji hedonik ini adalah dengan
menyajikan lump yang telah diberi kode sesuai dengan perlakuannya dan panelis
diminta untuk memberikan penilaian pada score sheet yang telah disediakan
.
Pengujian dilakukan kepada 20 orang panelis dengan menggunakan 6
skala kesukaan dengan tingkat penerimaan pada Tabel 5.
Tabel 5. Tingkat penerimaan panelis terhadap uji bau busuk lump
Tingkat Penerimaan Skor/ nilai Keterangan Bau busuk lump/ amoniak 1 Sangat
tidak suka Berbau lump dan sedikit berbau asap 2 Tidak suka Berbau lump dan
asap 3 Kurang suka Sedikit berbau lump dan berbau asap 4 Agak suka Berbau asap
5 Suka Tidak berbau lump dan asap 6 Sangat suka Secara umum diagram alir
prosedur penelitian tahap II ditunjukkan oleh Gambar 4. 25 Gambar 3. Bagan alir
proses penelitian asap cair sebagai bahan pembeku lateks pada pengolahan RSS.
Lateks kebun Penyaringan dan pengenceran Pembekuan (T = 28-30 oC) ; pemberian
bahan koagulan :
1. Asam semut (100%, kontrol)
2. Asap cair (100%)
3. Asam semut : asap cair (25 % : 75%)
4. Asam semut : asap cair (50 % : 50%)
5. Asam semut : asap cair (75 % : 25%)
6. Asap cair (200%) Penggilingan Penirisan Pengasapan (T =
40-60 oC) Produk RSS Pengamatan : Kelas mutu sit, PRI, kadar abu dan kadar zat
menguap. 26 Gambar 4. Bagan alir proses penelitian asap cair sebagai bahan
pengurang bau busuk pada bahan olahan karet. Lump Pengambilan contoh Penambahan
asap cair sebagai pengurang bau busuk :
1. Asap cair 0 ml/kg kk (kontrol)
2. Asap cair 10 ml/kg kk.
3. Asap cair 20 ml/kg kk.
4. Asap cair 30 ml/kg kk.
5. Asap cair 40 ml/kg kk.
6. Asap cair 50 ml/kg kk.
Pengamatan : Uji organoleptik bau Penyimpanan pada suhu kamar
(28-30 oC) Penimbangan 7 hari 27 D. Analisis Sifat Fisik Dan Kimia 1. Penentuan
Kadar Karet Kering (SNI 06-2047-2002 Bahan Olahan Karet, 2002) Kadar Karet
Kering (KKK) adalah kandungan padatan karet per satuan berat (%). KKK lateks
atau bekuan sangat penting untuk diketahui karena selain dapat digunakan
sebagai pedoman penentuan harga juga merupakan standar dalam pemberian bahan
kimia untuk pengolahan RSS, TPC dan lateks pekat.
Kadar karet kering pada lateks tergantung dari beberapa faktor
antara lain jenis klon, umur pohon, waktu penyadapan, musim, suhu udara serta
letak tinggi dari permukaan laut. Terdapat beberapa metode dalam penentuan KKK,
salah satu diantaranya adalah metode laboratorium. Prinsip dalam metode
laboratorium adalah pemisahan karet dari lateks yang dilakukan dengan cara
pembekuan, pencucian dan pengeringan. Alat yang diperlukan adalah gelas piala
50 ml, mangkuk bersih, penangas air, desikator, timbangan analitik, dan oven.
Sebagai bahan pembeku digunakan asam asetat atau asam semut 2%.
Prosedur pengujian dengan metode laboratorium adalah sebagai berikut :
1. Lateks dituangkan ke dalam gelas ukur 50 ml yang sebelumnya
telah diketahui beratnya, secara perlahan-lahan, kemudian catat beratnya (berat
lateks adalah berat total dikurangi dengan berat gelas ukur/ wadah).
2. Lateks dibekukan dengan asam asetat atau asam format 2% dan
dipanaskan di atas penangas air pada suhu 80 oC sampai serumnya menjadi jernih.
3. Koagulump atau bekuan digiling menjadi krep dengan ketebalan
1-2 mm, dan dicuci.
4. Krep kemudian dikeringkan di dalam oven, setelah itu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Rumus perhitungan KKK adalah
ditunjukkan pada Persamaan (3). KKK = berat krep kering berat lateks ×100% (3)
28 2.
Penentuan Kadar Kotoran (SNI 06-1903-1990 SIR, 1990) Kadar Kotoran
adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325 mesh.
Adanya kotoran didalam karet yang relatif tinggi dapat mengurangi sifat
dinamika yang unggul dari vulkanisat karet alam antara lain kalor timbul serta
ketahanan retak lentur. Kalor timbul adalah panas yang ditimbulkan karena
adanya gesekan sedangkan retak lentur adalah retakan-retakan yang terjadi pada
karet akibat daya lentur.
Kotoran yang ada dapat disebabkan oleh kebersihan bahan baku dan
alat yang digunakan, serta bagian mesin pengolahan. Cara pengukuran dilakukan
dengan mengambil bagian dari contoh produk sebanyak 10 gram yang telah digiling
tiga kali pada celah rol 0.33 mm, kemudian dimasukkan ke dalam tabung
erlenmeyer 500 ml dan dilarutkan dengan terpentin mineral sebanyak 200-300 ml,
ditambahkan dengan peptiser (Cureo TS, bahan pelarut karet 2-3 ml, lalu
dipanaskan pada suatu ruang dengan menggunakan sinar Infrared 250 Watt selama
2-3 jam pada suhu ± 140 oC (sampai sampel karet terlarut seluruhnya).
Larutan yang telah dipanaskan disaring dengan saringan 325 mesh,
lalu hasil saringan dimasukkan ke dalam oven selama satu jam dengan suhu 100
oC, dikeluarkan dan didinginkan pada suhu kamar, lalu ditimbang. Nilai kadar
kotoran dapat dihitung dengan Persamaan 4. Kadar kotoran = 100% C A B ´ - (4)
Dimana, A = bobot saringan + kotoran B = bobot saringan kosong C = bobot
potongan contoh uji 3. Penentuan Kadar Abu (SNI 06-1903-1990 SIR, 1990) Abu di
dalam karet mentah terdiri dari oksida karbonat dan fosfat dari kalium,
magnesium, kalsium dan beberapa unsur lain. Abu dapat pula mengandung silikat
yang berasal dari karet atau benda asing yang keberadaannya tergantung pada
pengolahan bahan mentah karet.
Abu dari karet memberikan sedikit gambaran mengenai jumlah bahan
mineral di dalam karet. Beberapa bahan 29 mineral dalam karet yang meninggalkan
abu dapat mengurangi sifat dinamik dari vulkanisat karet alam. Cara pengujian
dilakukan dengan mengambil sampel dari produk sebanyak 5 gram yang telah
dihomogenisasi lalu dimasukkan ke dalam krus yang sudah ditimbang sebelumnya.
Kemudian krus dipanaskan diatas elektrik bunzen, pada ruang pre ashing, dengan
menggunakan crussible tank, selama 10 menit (sampai tidak mengeluarkan asap).
Tahap berikutnya krus diletakkan ke dalam muffle furnance yang
diatur pada suhu 550 oC selama 2 jam, kemudian dianginkan untuk menurunkan suhu
selama 30 menit, setelah itu krus tersebut ditimbang. Penentuan kadar abu dapat
diperoleh dengan Persamaan (5). Kadar abu = 100% C A B ´ - (5)
Dimana, A = bobot krus + abu B = bobot krus kosong C = bobot contoh uji 4.
Penentuan Plasticity Retention Index (SNI 06-1903-1990 SIR, 1990) Penentuan
nilai Plasticity Retention Index (PRI) adalah cara pengujian yang sederhana dan
cepat untuk mengukur ketahanan karet mentah terhadap degradasi oleh oksidasi
pada suhu tinggi.
Pengujian ini meliputi pengujian plastisitas Wallace dari potongan
uji sebelum (Po) dan sesudah pengusangan (Pa) di dalam oven dengan suhu 140 oC.
Nilai PRI yang tinggi menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap degradasi oleh
oksidasi serta tingkat kekuatan produk. Cara pengujiannya yaitu, contoh yang
diambil digiling pada celah rol sebanyak 7 kali ulangan, kemudian hasil gilingan
digunting dengan ukuran 4 × 7 cm. Hasil guntingan tersebut kemudian dipres
sehingga terbentuk 6 buah lubang lingkaran dengan diameter 1 cm yang akan
digunakan sebagai contoh pengujian. Tiga buah sampel dimasukkan ke dalam oven
terlebih dahulu selama 30 menit dengan suhu 140 oC, sebagai sampel perhitungan
plastisitas setelah pengusangan.
Pada pengukuran plastisitas wallace, letakkan potongan uji
diantara 2 lembar kertas sigaret yang berukuran 35 x 40 mm diatas piringan
plastimeter. Kemudian tutup piringan plastimeter tersebut. Setelah ketukan
pertama, piringan bawah akan 30 bergerak ke atas selama 15 detik dan menekan
piringan atas. Tebal potongan uji dengan ketelitian 0.01 mm setelah ketukan
kedua berakhir dicatat sebagai nilai pengukuran plastisitas.
Angka yang dicatat adalah angka yang ditunjukkan oleh jarum
mikrometer pada waktu berhenti bergerak. Nilai PRI dapat diketahui dengan
perbandingan nilai plastisitas setelah pengusangan dengan nilai plastisitas
awal sesuai dengan Persamaan (6). PRI = Pa Po × 100% (6) Dimana, Pa = Nilai
tengah dari ketiga pengukuran setelah pengusangan. Po = Nilai tengah dari
ketiga pengukuran plastisitas awal 5. Penetapan Kelas Mutu RSS (SNI
06-0001-1987 Karet Konvensional, 1987) Menurut SNI 06-0001-1987 mengenai karet
konvensional, secara umum sit diklasifikasikan dalam kelas mutu RSS 1, RSS 2,
RSS 3, RSS 4, RSS 5 dan Cutting. Cutting merupakan potongan dari lembaran yang
terlihat masih mentah, atau terdapat gelembung udara hanya pada sebagian kecil
sehingga dapat digunting.
Beberapa penjelasan dari masing-masing kelas mutu RSS adalah
sebagai berikut : RSS 1 Kelas ini harus memenuhi persyaratan yaitu, sit yang
dihasilkan harus benar-benar kering, bersih, kuat, tidak ada cacat, tidak
berkarat, tidak melepuh serta tidak ada benda-benda pengotor. Jenis RSS 1 tidak
boleh ada garis-garis pengaruh dari oksidasi, sit lembek, suhu pengeringan
terlalu tinggi, belum benarbenar kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu
tua serta terbakar. Bila terdapat gelembung-gelembung berukuran kecil (seukuran
jarum pentul) masih diperkenankan, asalkan letaknya tersebar merata.
Pembungkusan harus baik agar tidak terkontaminasi jamur. Tetapi,
bila sewaktu diterima terdapat jamur pada pembungkusnya, masih dapat diizinkan
asalkan tidak masuk ke dalam karetnya. 31 RSS 2 Kelas ini tidak terlalu banyak
menuntut kriteria. Standar RSS 2 hasilnya harus kering, bersih, kuat, bagus,
tidak cacat, tidak melepuh dan tidak terdapat kotoran. Sit tidak diperkenankan
terdapat noda atau garis akibat oksidasi, sit lembek, suhu pengeringan terlalu
tinggi, belum benar-benar kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua
serta terbakar. Sit kelas ini masih menerima gelembung udara serta noda kulit
pohon yang ukurannya agak besar (dua kali ukuran jarum pentul). Zat-zat damar
dan jamur pada pembungkus, kulit luar bandela atau pada sit di dalamnya masih
dapat ditorerir.
Tetapi bila sudah melebihi 5% dari bandela, maka sit akan ditolak.
RSS 3 Standar karet RSS 3 harus kering, kuat, bagus, tidak cacat, tidak melepuh
dan tidak terdapat kotoran. Bila terdapat cacat warna, gelembung udara besar
(tiga kali ukuran jarum pentul), ataupun noda-noda dari kulit tanaman karet,
masih ditorerir. Namun, tidak diterima jika terdapat noda atau garis akibat
oksidasi, sit lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar-benar
kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Jamur yang
terdapat pada pembungkus kulit luar bandela serta menempel pada sit tidak
menjadi masalah, asalkan jumlahnya tidak melebihi 10% dari bandela dimana
contoh diambil. RSS 4 Standar karet RSS 4 harus kering, kuat, tidak cacat,
tidak melepuh serta tidak terdapat pasir atau kotoran luar.
Yang diperkenankan adalah bila terdapat gelembung udara
kecil-kecil sebesar 4 kali ukuran jarum pentul, karet agak rekat atau terdapat
kotoran kulit pohon asal tidak banyak. Mengizinkan adanya nodanoda asalkan
jernih. Sit lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi dan karet terbakar tidak
bisa diterima. Bahan damar atau jamur kering pada pembungkus kulit bagian luar
bandela serta pada sit, asalkan tidak melebihi 20% dari keseluruhan masih
mungkin untuk kelas RSS 4. RSS 5 Karet yang dihasilkan harus kokoh, tidak
terdapat kotoran atau benda asing, kecuali yang diperkenankan.
Dibanding dengan kelas RSS yang lain RSS 5 adalah yang terendah
standarnya. Bintik-bintik, gelembung kecil, noda kulit pohon yang 32 besar,
karet agak rekat, kelebihan asap dan sedikit belum kering masih termasuk dalam
batas toleransi. Bahan damar atau jamur kering pada pembungkus kulit bagian luar
bandela serta pada sit, asalkan tidak melebihi 30% dari keseluruhan masih
mungkin untuk kelas RSS 5. Pengeringan pada suhu tinggi dan bekas terbakar
tidak diperkenankan untuk jenis kelas ini. 6. Penetapan Kadar Amoniak (SNI
06-3139-1992 Lateks Pekat Karet Alam, 1992) Lateks akan membeku sendiri secara
alami beberapa jam setelah penyadapan.
Untuk menghindari terjadinya pembekuan alami ini, di dalam
lateks ditambahkan amoniak sebagai bahan pemantap dan pengawet. Kadar amoniak
ditetapkan dengan cara volumetri. Sebagai pentitar digunakan larutan HCl dan
indikator metil merah sebagai petunjuk. Dari volum HCl yang diketahui
normalitasnya dan bobot lateks, kadar amoniak dalam lateks dapat dapat dihitung
dan dinyatakan dalam % NH3 terhadap lateks beramoniak.
Masukkan sejumlah lateks ke dalam botol timbang kemudian dicatat
bobotnya. Tuangkan 3-5 gram lateks ke dalam erlenmeyer yang telah berisi 100 ml
akuades. Botol timbang ditimbang kembali, perbedaan bobot adalah bobot contoh.
Contoh dititrasi dengan HCl 0.1 setelah di tetesi (2-3 tetes) indikator metil
merah. Titrasi selesai jika warna telah berubah dari kuning menjadi merah muda.
Persen amoniak dapat dihitung dengan Persamaan (7). % Amoniak = V × N × 1.7 W
(7) Dimana, N = normalitas HCl V = volum HCl, ml W = berat lateks, gram 7.
Penentuan pH (AOAC, 1995) Penetapan nilai pH dilakukan setelah pH-meter
dikalibrasi terlebih dahulu. Sampel ditimbang sebanyak 10 gram, dicampurkan
dengan 100 ml akuades. Setelah itu elektroda dibilas dengan akuades dan
dikeringkan. Elektoda dicelupkan ke dalam filtrat sampai beberapa saat, hingga
diperoleh pembacaan yang stabil, kemudian pH sampel dicatat. 33 8.
Penentuan Kadar Asam Tertitrasi (SNI, 1992) Sampel sebanyak 10
gram diencerkan menjadi 100 ml dengan akuades. Larutan sampel sebanyak 10 ml
ditambah indikator fenolphthalin (PP) sebanyak 2-3 tetes dan dititrasi dengan
larutan NaOH 0.1 N sampai titik akhir titrasi, yaitu berubahnya warna sampel
menjadi merah keunguan dan stabil (tidak berubah bila dihomogenkan). Total asam
tertitrasi dinyatakan sebagai persen asam asetat sesuai dengan Persamaan (8). %
Total Asam = V × N × BM BC × 100% (8) Dimana, V = volum titrasi NaOH N =
normalitas NaOH BM = berat molekuk asam asetat BC = bobot contoh (gram) 9.
Penentuan Kadar Fenol (Hammerschidt, 1978)
Sampel sebanyak 10 ml disentrifuse pada 400 rpm selama 10 menit.
Lalu 10 ml sampel ditempatkan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi 1 ml
etanol 95% dan 5 ml air asap cair ke dalam tabung reaksi tersebut. Kemudian
ditambahkan 0.5 ml reagen folin-ciocalteu ke masing-masing tabung. Diamkan
selama 5 menit, lalu di tambahkan 1 ml Na2S2O3 5% ke tiap-tiap sampel, dikocok
dalam vortex shaker, lalu disimpan dalam ruangan gelap selama 60 menit.
Selanjutnya, setelah 60 menit sampel kembali dikocok dengan
menggunakan vortex shaker dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 725
nm. Pembuatan kurva standar 0.2% galat dibuat dengan pelarut air. Masingmasing
sampel diambil sebanyak 0, 1, 2, 3, 4, 5 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur
10 ml kemudian tambahkan akuades dalam labu ukur 10 ml sampai tanda tera.
Masing-masing standar dipipet dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml etanol 95%,
5 ml akuades, 0.5 ml reagen folin-ciocalteu dan 1 ml Na2CO3 5%.
Diamkan selama 60 menit lalu diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 725 nm. 34 E. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model linier
aditif. Pada penelitian tahap pertama (I) dan kedua (II) rancangan percobaannya
terdiri dari satu faktor yaitu dosis/jumlah pemberian asap cair tempurung
kelapa.
Setiap perlakuan pada penelitian I dilakukan pengulangan sebanyak tiga
kali sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Sedangkan pada penelitian tahap II
menggunakan uji tingkat kesukaan. Model matematika yang digunakan adalah
sebagai berikut : Yij = μ + αi + εij Dalam Hal ini : Yij = hasil pengamatan
perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai rataan umum αi = pengaruh faktor
konsentrasi asap cair pada taraf ke-i εij = galat percobaan perlakuan ke-i
ulangan ke-j Apabila hasil anova menunjukkan berpengaruh nyata, maka dilakukan
uji lanjut menggunakan uji Duncan multiple Range Test (DMRT) pada tingkat
kepercayaan 95%. 35 IV.
Lihat selanjutnya
No comments:
Post a Comment